Search

Referral Banners

Kamis, 21 Juni 2012

Tren Sepakbola Pragmatis, Jawaban Terbaik Untuk Sepakbola Menyerang

"Jose Mourinho menempatkan bus bertingkat di depan gawang Inter Milan", demikian yang banyak diucapkan orang ketika Inter Milan menghentikan laju Barcelona di babak semifinal dalam perjalanannya menjadi juara Liga Champion 2010 sekaligus melengkapi treble winner nan fenomenal.

Komentar senada kembali terucap saat Chelsea menyingkirkan (lagi-lagi) Barcelona di babak semifinal dalam perjalanan team asuhan Roberto Di Matteo meraih gelar juara Liga Champion untuk yang pertama kalinya di tahun 2012.

Tidak berapa lama sebelum tahun 2012 dan 2010 tersebut, Yunani menggemparkan persepakbolaan eropa dengan menjuarai Euro 2004 di Portugal saat menaklukkan sang tuan rumah dengan skor 1-0.

Ada satu benang merah dari rentetan keberhasilan yang di raih tersebut.
Yah..ketiganya (Inter Milan, Chelsea dan Yunani) meraih gelar setelah menerapkan strategi permainan bertahan nan disiplin dan cenderung ultra defensif.
Jaman sekarang, strategi ini dikenal dengan kata pragmatisme yang mengedepankan hasil akhir tanpa memperdulikan keindahan bermain.

Pemikiran pragmatisme dalam sepakbola sejatinya mulai tumbuh berkembang saat Inter Milan dengan taktik Cattenaccio yang diusung Helenio Herrera (pelatih saat itu yang justru berasal dari Argentina) membawa Inter Milan meraih trofi Piala Champion 1964 dan 1965.
Ditengah serbuan permainan indah yang diusung oleh jogo bonito Brazil, Inter Milan menformulasikan antitesis dari formasi penyerangan yang saat itu kental dengan pola 2-4-4 atau 4-2-4.
Formasi penyerangan frontal yang benar-benar hanya mencari gol tersebut dimentahkan oleh formasi yang dianggap lebih seimbang.
Yah, sepakbola bukan hanya soal mencetak gol lagi tetapi juga menjaga agar jangan sampai kebobolan dan memenangkan pertandingan.

Di level turnamen antar negara, Italia menterjemahkan pola Cattenaccio ke formasi 5-3-2 (bertransformasi ke 3-5-2) yang berhasil memenangkan Piala Dunia 1982 di Spanyol dengan menghancurkan tim panser Jerman Barat di final.

Pragmatisme saat ini seakan menjadi jalan keluar paling efektif untuk mengatasi permainan fantastis dari team lawan serta menjadi solusi singkat mengatasi keterbatasan kemampuan pemain.
Bila di awal kemunculannya pragmatisme Cattenaccio dipicu upaya menghambat laju sepakbola menyerang jogo bonito milik Brazil, maka di masa sekarang "the new pragmatism" dipicu kehebatan Barcelona dan Spanyol lewat sepakbola tiki taka nya.

Inter Milan, Chelsea dan Yunani adalah contoh sukses penerapan strategi pragmatis untuk meraih gelar juara.
Strategi ini yang coba untuk diterapkan Yunani dan Inggris dalam mengarungi Euro 2012 dimana sejauh ini mereka mampu lolos dari fase grup di tengah keraguan akan kemampuan mereka.

Yunani misalnya, sempat berada pada posisi kritis saat wajib menang melawan favorit Rusia di pertandingan akhir fase grup A, Yunani menunjukkan mengapa mereka berjodoh dengan strategi defensif.
Dibombardir sepanjang pertandingan, Yunani hanya butuh satu serangan balik untuk memenangkan 3 poin ke perempat final. Sungguh efektif!

Setali tiga uang dengan Inggris.
Hadir di Euro 2012 dengan membawa sejumlah masalah sejak pergantian pelatih di saat terakhir jelang turnamen sampai ketidakhadiran sejumlah pemain kunci, Inggris justru mampu menjuarai grup D.
Permainan yang tenang dan efektif adalah kamuflase dari strategi defensif Roy Hodgson dimana sang pelatih menempatkan 8 pemain bertahan dalam wujud 4 pemain belakang yang dilapis 4 pemain tengah.
Praktis dalam pola 4-4-1-1, Inggris hanya mengandalkan serangan balik lewat dua pemain yang disisakan di lini depan.
Tidak heran jika dalam tiga pertandingan fase grup, Inggris belum sekalipun kebobolan lewat serangan lawan yang berhasil menembus pertahanan didalam kotak penalti.

Merujuk keberhasilan Inter Milan, Chelsea dan Yunani memenangi gelar dengan strategi serupa, maka menjadi menarik menantikan pertarungan dua kubu sepakbola menyerang dalam team Jerman, Spanyol dan Portugal beradu strategi dengan sepakbola pragmatis dalam team Yunani dan Inggris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar